Senin, 12 Desember 2011


M. Hamdan Basyar
Hizbullah


Pengajar dan Ahli Timur Tengah UI
Pada tahun 1970-an, Ayatullah Musa Sadr mendirikan Afwaj al Muqawwamah al Lubnaniyyah yang kemudian disingkat namanya menjadi AMAL, yang merupakan suatu gerakan Syiah di Lebanon. Organisasi ini berjuang untuk kepentingan Syiah di Lebanon, yang pada waktu-waktu sebelumnya selalu dianggap sebagai “warga kelas dua” di Lebanon.
Namun suatu ketika, dalam perjalanan ke Libya, Musa Sadr ‘hilang’, dan dikabarkan dibunuh oleh Mossad (Agen rahasia Israel). Dan sepeninggal Sadr, Syiah Amal mulai retak menjadi beberapa kelompok di bawah pimpinan tokoh nasionalis sekuler : Nabih Berri dan Kamil al As’ad. Sementara itu juga ada kubu lain, yaitu Hussein al Hussein dan dan Mahdi Syamsuddin. Mereka mengusung platform “Nasionalis Islam”. Sedangkan di kubu ulama, ada Hussein Musawi dan Sayid Hussein Fadhlullah yang disebut sebagai kelompok “fundamentalis Islam”.
Secara organisasi, Nabih Berri lah yang berhak menjadi pengganti Musa Sadr sebagai pemimpin AMAL, namun Nabih Berri memimpin AMAL dengan menganut sekuler. Kedua kelompok Syiah tersebut berbeda pandangan. Misalnya, Nabih Berri tidak senang dengan adanya adanya pejuang Palestina di Lebanon Selatan. Tapi sebaliknya, Hussein Musawi mendukungnya.
Setelah peristiwa Sabra dan Shatila (1982), ketika Israel membunuh pengungsi Palestina di sana, kedua kelompok itu benar-benar pecah. Operasi Israel itu biasa disebut “Peace in in Galilee” yang berusaha untuk mengusir bangsa Palestina dari Lebanon.

Hussein Musawi kemudian membentuk organisasi Amal Islam, yang merupakan cikal-bakal sebagai embrio Hizbullah. Organisasi ini lahir pada tanggal 12 Juli 1982 di lembah Bekaa, Lebanon Selatan. Di bawah kepemimpinan Hussein Musawi, Amal Islam memberikan bantuan kepada para pengungsi Palestina.
Perjuangan yang dilakukan oleh Hizbullah ini cukup merepotkan bagi Israel, sehingga eksistensi Hizbullah langsung dilihat oleh dunia. Dan akibatnya, Hussein Musawi, menjadi musuh yang paling dicari-cari oleh Israel. Sehingga pada tahun 1992, Hussein Musawi dirudal dari jarak dekat oleh tentara Zionis itu. Hussein Musawi kemudian digantikan oleh Hassan Nasrullah yang pada waktu itu baru berusia 32 tahun. Tetapi di bawah kepemimpinan Nasrullah, organisasi Hizbullah terus berkembang, dimana dalam salah satu pidatonya Nasrullah mengatakan “Tanah Lebanon menjadi tempat di mana saudara saudara Kristen dan Muslim mampu hidup berdampingan dalam kerukunan politik”.
Dalam buku Hizbullah, Politics Religion: disebutkan bahwa Hizbullah tidak pernah berlumuran darah kaum Kristen sejak perang saudara 1975-1990. Dan sejak tampil di dunia politik (1992), Hizbullah merupakan satu-satunya parpol yang tidak ternoda oleh tuntutan korupsi dan oportunisme politik.
Hizbullah memiliki hubungan yang erat dengan Iran, dimana dalam hal ini paling tidak ada tiga faktor penyebab, yaitu faktor Musa Sadr, yang merupakan teman dekat Ayatullah Khomeini. Kemudian adanya bantuan Iran ke Lebanon Selatan, ketika terjadi invasi Israel, 1982. Waktu itu, lebih dari 1500 pasukan Iran melatih pejuang Amal Islam, dan faktor yang lainnya adalah bahwa Hasan Nasrullah pernah belajar di Qom, Iran.
Pada Juli 2006, Israel menggempur posisi Hizbullah, dengan alasan hendak membebaskan dua tentaranya yang ditahan Hizbullah, dan mengakibatkan berbagai fasilitas umum di Lebanon hancur. Kecaman datang dari berbagai pihak, tetapi Israel terus melanjutkan apa yang menjadi hajatnya. Dan serangan Israel ke Lebanon tersebut baru berhenti, setelah ada resolusi DK PBB no.1701.
Resolusi tersebut disetujui pada tanggal 11 Agustus 2006, dengan mengadopsi keinginan AS, yaitu walaupun tidak diberi sanksi, tetapi pasukan Israel harus ditarik mundur dari Lebanon sampai batas “garis biru”, yang merupakan garis perbatasan antara Lebanon dan Israel yang disepakati kedua negara tersebut pada tanggal 23 Maret 1949.
Selanjutnya, genjatan senjata antara Lebanon dan Israel berjalan sejak tanggal 14 Agustus 2006. Dan gencatan senjata itu dianggap sebagai kemenangan pihak Hizbullah, karena dalam 50 tahun terakhir, dunia Arab tidak memiliki dan tidak menyangka mempunyai kekuatan militer yang mampu menghadang Israel.
Perlawanan Hizbullah atas Israel yang dibuktikan selama lebih dari satu bulan itu telah membuka mata rakyat Arab, bahwa mereka mampu melawan Israel. Selama ini, ada mitos yang menyebutkan bahwa Israel tidak terkalahkan. Maka tak heran jika penghentian serangan Israel itu, juga dirayakan di seluruh jazirah Arab. Mulai dari Mesir hingga Jeddah, dan dari Maroko hingga Iran, semua mengelu-elukan Hizbullah.
Di sisi lain, dengan disetujuinya resolusi DK PBB 1701 itu bisa diartikan sebagai “kekalahan” bagi Israel. Hal ini tidak pernah dialami oleh Israel dalam beberapa perang dengan negara Arab, sejak negara Zionis itu pada tahun 1948. Padahal sebenarnya, Israel telah menyiapkan perang itu secara saksama bersama AS, sebelum Hizbullah menyandera dua tentara Israel pada tanggal 12 Juli 2006, sebagaimana dilaporkan oleh majalah AS, The New Yorker, yang ditulis oleh wartawan AS pemenang Pulitzer, Seymour Hersh.
Hersh menuliskan, Presiden George W Bush dan Wakil Presiden Dick Cheney telah diyakinkan oleh pihak Israel bahwa serangan bom yang sukses akan dapat mengurangi ancaman terhadap masalah keamanan Israel. Selain itu, serangan Israel juga berpotensi dapat digunakan AS sebagai batu loncatan untuk melancarkan serangan terhadap instalasi nuklir Iran (Kompas, 14 Agustus 2006).
PM Israel waktu itu, Ehud Olmert, mengakui kegagalan pasukan militernya dalam perang melawan Hizbullah. Selama pertempuran itu, performa pasukan Israel sangat buruk. Israel yang tadinya sesumbar bisa mengalahkan Hizbullah dalam waktu kurang dari satu bulan, pada akhirnya harus menyerah di bawah resolusi PBB. Sedikitnya 130 tentara Israel tewas, 350 lainnya luka-luka dalam pertempuran dengan Hizbullah. Sejumlah peralatan perang Israel juga berhasil dihancurkan Hizbullah, antara lain helikopter Apache, 100 tank Mirkava kebanggaan Israel dan satu kapal perang Israel rusak berat.
Israel juga gagal melumpuhkan roket-roket Hizbullah, yang berhasil menewaskan sedikitnya 40 warga Israel di utara negara Zionis itu. “Kekalahan” Israel ini memberi dampak yang cukup luas di Timur Tengah. Di antaranya, runtuhnya mitos bahwa Israel tidak dapat dikalahkan. Pengaruh Hizbullah di Lebanon, baik di bidang militer maupun politik, semakin kuat. Bahkan di masyarakat Arab, Hizbullah adalah pahlawan yang memberi inspirasi pada milisi-milisi bersenjata lain, seperti pejuang Palestina untuk terus menggunakan perjuangan bersenjata.
Simbol kemenangan Hizbullah akan meneguhkan perlawanan bangsa yang telah dizalimi puluhan tahun itu. Sehingga Israel maupun AS akan berpikir berkali-kali untuk melakukan serangan terhadap instalasi nuklir Iran. Menghadapi Hizbullah saja, milisi yang dibantu dan dilatih Iran, Israel tak dapat mengalahkannya, apalagi menghadapi Iran yang memiliki persenjataan jauh lebih baik dari Hizbullah. Sebagian rudal Hizbullah sendiri berasal dari Iran, seperti Fajr dan Zelzal. Jadi, seakan perang Hizbullah - Israel itu untuk uji coba senjata Iran, yang ternyata cukup ampuh untuk menakuti Israel. Artinya, kemenangan Hizbullah ikut menaikkan bargaining position Iran di Timur Tengah.
Di dalam negeri Lebanon, masalah perluncutan senjata Hizbullah, sebagaimana disebutkan dalam resolusi 1701, tidak mendapatkan tanggapan yang signifikan. Pimpinan Hizbullah sendiri mengatakan bahwa mereka tidak membicarakan pelucutan senjata Hizbullah dengan pihak luar. Kalau harus dibicarakan, maka itu adalah urusan masyarakat Lebanon sendiri.
Bagi masyarakat Lebanon, senjata Hizbullah itu penting. Buktinya, senjata Hizbullah mampu menahan serangan Israel di Lebanon. Bagaimana jadinya Lebanon, bila senjata Hizbullah dilucuti dan mereka tidak dapat membalas serangan Israel. Apalagi Pasukan Lebanon masih dalam kondisi pembenahan, setelah porak poranda akibat perang saudara di sana. Presiden Lebanon waktu itu, Emile Lahoud yang berasal dari Kristen Maronit, mengakui “Senjata Hizbullah satu-satunya yang mampu menghadapi gempuran Israel”.[]
Last Updated on Friday, 23 July 2010 15:44

 Perang Lebanon 2006

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tanggal:
Lokasi:
Serangan sayap militer Hizbullah pada sebuah pos penjagaan perbatasan Israel pada 12 Juli 2006 sehingga 8 serdadu Israel tewas dan 2 lainnya ditawan.
Pihak yang terlibat
Flag of Israel.svg
Flag of Lebanon.svg(netral)
Pemimpin
Israel:
Flag of Israel.svgDan Halutz (ketua dewan jenderal)
Flag of Israel.svgUdi Adam (Pemimpin regional)
Lebanon:
Hassan Nasrallah (Pemimpin Hizbullah)
Flag of Lebanon.svgMichel Sulaiman (Tentara Lebanon)
Kekuatan militer (jumlah)
Israel:
Flag of Israel.svg70.000 - 90.000
Hizbullah:
3.000 - 10.000
Lebanon:
Flag of Lebanon.svg35.000 - 40.000
Korban
Israel:
125 tentara tewas, 517 luka-luka, 2 ditawan, puluhan ribu pengungsi, sekitar 50 tank Merkava hancur
Hizbullah:
42-200 tewas
Lebanon:
(Sipil) 481-750 tewas, 480-1100 luka-luka, 800.000 pengungsi
(Militer) 23 tewas, 67 luka-luka
Konflik Israel-Lebanon 2006 adalah serangkaian tindakan militer dan bentrokan terus-menerus di Israel utara dan Lebanon yang melibatkan sayap bersenjata Hizbullah dan Angkatan Pertahanan Israel (Israeli Defence Force atau IDF).
Konflik ini berawal pada tanggal 12 Juli 2006, ketika Hizbullah menyerang kota Shlomi di Israel utara dengan rudal Katyusha, kemudian pasukan Hizbullah menyusup ke wilayah Israel. Dalam serangan tersebut, tiga pasukan Israel dibunuh, dua luka-luka, dan dua diculik[1]. Peristiwa ini kemudian berlanjut dengan serangan Hizbullah ke wilayah Israel yang menghasilkan delapan orang tentara Israel tewas dan melukai lebih dari 20 orang[2]. Israel kemudian membalas dengan Operasi Just Reward ("Balasan yang Adil"), yang lalu namanya diubah menjadi Operasi Change of Direction ("Perubahan Arah"). Serangan balasan ini meliputi tembakan roket yang ditujukan ke arah Libanon dan pengeboman oleh Angkatan Udara Israel (IAF), blokade Udara dan Laut serta beberapa serangan kecil ke dalam wilayah Lebanon selatan oleh tentara darat IDF.[rujukan?]
Seorang warganegara Indonesia yang bekerja sebagai TKI, Siti Maemunah binti Muhtar Bisri, dilaporkan tewas di Lebanon akibat rudal yang diluncurkan Israel pada 11 Juli. [3]

Daftar isi

[sunting] Alasan serangan Israel

Israel menyerang Lebanon dengan menggunakan alasan penawanan 2 tentara Israel oleh Hizbullah dalam suatu serangan lintas perbatasan. Hizbullah berencana untuk menggunakan penawanan ini untuk melakukan pertukaran tawanan untuk membebaskan warga Libanon dan Palestina yang ditahan Israel [4]. Israel membalasnya dengan menyerang Lebanon bertubi-tubi. Serangan besar Israel ini mengagetkan Hizbullah, yang sebelumnya memperkirakan Israel akan membalasnya dengan operasi komando untuk balas menculik anggota Hizbullah, seperti yang sebelumnya pernah dilakukan. Menurut wartawan pemenang Pulitzer, Seymour Hersh[5], Israel telah lama mempersiapkan serangan ini atas restu AS, sebagai penjajakan untuk serangan berikutnya ke Iran[6][7]. Hizbullah membalas kembali dengan meluncurkan roket-roket ke kawasan utara Israel.
Perdana Menteri Israel Ehud Olmert berkata serangan akan dihentikan jika Hizbullah membebaskan 2 tentara Israel. Hizbullah hendaklah menghentikan serangan roket dan pemerintahan Lebanon melaksanakan Ketetapan Majelis Umum PBB 1559, yaitu perlucutan senjata oleh Hizbullah. Israel menuduh Hizbullah telah melancarkan 130 roket dalam waktu 48 jam menyebabkan belasan warga tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Serangan roket Hizbullah ini dilakukan setelah serangan bom Israel ke Libanon.
Perdana Menteri Lebanon Fuad Siniora mengatakan Israel harus mengembalikan wilayah Sheeba Farms kepada Libanon sebelum melakukan pelucutan senjata Hizbullah, mengingat penyebab adanya Hizbullah adalah untuk membebaskan Libanon dari pendudukan Israel. [8]
Hizbullah merupakan merupakan organisasi Islam Syiah. Ada yang pro-Suriah dan pro-Iran. Hizbullah mempunyai perwakilan di Parlemen Lebanon dan ada yang menjadi menteri Lebanon.

[sunting] Misi Pembebasan Anggota

Pada 28 Juni 2006, tiga kelompok milisi mengklaim telah menculik Kopral Gilad Shalit berusia 19 tahun untuk mendesak pemerintah Israel melepaskan seribu orang tahanan. Ketiga kelompok perlawanan itu meminta Israel segera menghentikan agresi militernya di wilayah Palestina. Israel yang sejak awal menolak berkompromi melancarkan serangan ke sejumlah kamp milik Fatah dan Hamas. Termasuk beberapa lokasi yang ditengarai pontensial untuk melarikan sang kopral dari tempat penyekapannya di selatan Gaza. Militer menembus masuk satu jam setelah Kabinet Israel memerintahkan angkatan perangnya memperluas wilayah operasi hingga ke Tepi Barat dan Jalur Gaza untuk menghentikan serangan Hamas dan menyelamatkan sang kopral.
Dalam tujuh malam berturut-turut sejak penculikan tentaranya, Jalur Gaza digempur serangan udara. Israel bersumpah akan meningkatkan aksi militer untuk membebaskan anggotanya. Israel mengancam akan menghabisi para pemimpin Hamasa yang berbasis di Damaskus. Desakan terhadap Suriah untuk bertanggung jawab atas perlindungan militan dilontarkan pada 5 Juli 2006. Dengan sejumlah bala tentara yang masih beroperasi di Jalur Gaza, Israel melebarkan ancamannya terhadap Suriah.
Krisis Timur Tengah semakin memanas setelah sejumlah kelompok militan, termasuk sayap militer Hamas memberi tenggat Selasa (4 Juli 2006) pukul 6 pagi agar Israel membebaskan 1500 orang tahanan Palestina dalam waktu kurang dari 24 jam. Dalam sebuah pernyataan di situs internet, Senin (3 Juli 2006), pejuang Palestina berujar, "Kami memberi waktu kepada para Zionis hingga pukul 06.00 besok pagi, Selasa (4 Juli). Jika musuh tidak merespons tuntutan kemanusiaan sebagai syarat pembebasan tentara seperti yang kami sebutkan dalam selebaran sebelumnya..., kami akan mempertimbangkan untuk mengakhiri kasus itu. Selanjutnya, musuh harus menanggung seluruh akibatnya."
Pejuang Palestina tidak menyinggung akibat apa saja yang harus dipikul Israel jika tidak membebaskan tahanan Palestina. Namun, sejumlah pihak berspekulasi bahwa Shalit akan dieksekusi. Sampai batas waktu yang telah ditentukan, pihak Israel tidak memenuhi tuntutan pembebasan tahanan Palestina tersebut. Di pihak lain, Palestina juga tidak memberikan informasi sedikitpun mengenai kondisi tahanannya apakah sudah meninggal atau masih hidup. "Israel tidak akan mengalah kepada musuh," kata anggota kabinet Israel Roni Bar-On kepada Radio Israel.
Pertempuran sengit terjadi antara Hezbollah dan pasukan Israel di perbatasan Israel-Lebanon sejak 12 Juli 2006 pagi. Pertempuran tersebut pecah setelah kelompok Hezbollah mengklaim menahan dua orang tentara Israel dekat perbatasan Lebanon-Israel. Penangkapan itu diumumkan Hezbollah melalui Al-Manar. Hilangnya dua tentara diakui Kementrian Pertahanan Israel. Pada tahun 2000, Hezbollah juga pernah menahan tiga tentara Israel dan tewas selama operasi. Mayat ketiganya kemudian ditukar dengan sejumlah tahanan Lebanon.
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengirim utusan khusus ke Suriah untuk menemui Presiden Suriah Bashar Assad dan menyampaikan keinginan Turki untuk ikut menjadi mediator penyelesaian krisis.

[sunting] Petikan

Ehud Olmert mengatakan: "Saya perintahkan melanjutkan operasi menyerang teroris terhadap mereka yang melindunginya."

[sunting] Peristiwa-peristiwa penting

  • 13 Juli - Israel mengebom satu-satunya bandar udara internasional di Lebanon, Bandara Internasional Rafik Hariri dan juga sebuah stasiun televisi.
  • 15 Juli - PM Lebanon Fouad Siniora menyerukan diadakannya gencatan senjata di bawah pengawasan PBB, sementara pesawat-pesawat tempur Israel menyerang kawasan Beirut tengah. Sebagai balasan, roket-roket Hizbullah menghujani Israel. Sebuah kapal perang Israel dirusakkan oleh serangan Hizbullah.
  • 18 Juli - Sekjen PBB, Kofi Annan menyerukan dibentuknya sebuah pasukan internasional di Lebanon untuk mengakhiri krisis.
  • 25 Juli - Serangan udara Israel terhadap pos PBB di Khiam, Lebanon Selatan menewaskan 4 pengamat keamanan PBB. Dua hari kemudian, Dewan Keamanan PBB gagal mencapai kesepakatan untuk mengutuk tindakan Israel, karena Amerika Serikat memveto setiap upaya yang mengkritik Israel atas serangannya terhadap Lebanon.
  • 30 Juli - (1.30 pagi waktu setempat) Israel menyerang gedung tempat pengungsi berlindung di kota Qana, Lebanon, menewaskan sedikitnya 28 orang[9], sebagian besar di antaranya masih anak-anak. Lebih dari 600 warga sipil Lebanon telah tewas akibat serangan Israel dalam 18 hari terakhir.
  • 30 Juli - Israel setuju untuk menghentikan serangan udara selama 48 jam di Lebanon Selatan. Sebagian besar serangan udara Israel dihentikan. Hizbullah juga mengurangi dengan drastis jumlah roket yang mereka luncurkan.[10]
  • 1 Agustus - Israel melanjutkan serangan udaranya. Militer Israel memutuskan untuk mengembangkan serangan hingga Sungai Litani, sekitar 30 kilometer dari perbatasan Israel.
  • 11 Agustus - Dewan Keamanan PBB menyetujui Resolusi 1701 untuk mengakhiri konflik ini.
  • 13 Agustus - Kabinet Israel mengesahkan gencatan senjata dengan 24 suara mendukung, tidak ada yang menentang, dan 1 suara abstain.

[sunting] Sumber

2.       ^ (Inggris) Asia times: It's war by any other name
4.       ^ (Inggris) Hezbollah surprised by onslaught
7.       ^ (Inggris) Bush 'helped Israeli attack on Lebanon'
8.       ^ (Inggris) Lebanon to Israel: Return Shebaa Farms
10.   ^ (Inggris) "Israel to expand ground offensive", The Age, 1 Agustus 2006
Bahasa lain

Sumber: Irib
Artikel Terkait :

Categories

·         http://www.islamtimes.org/images/menu_empty.gifhttp://www.islamtimes.org/images/menu_root.gifhttp://www.islamtimes.org/images/pixel.gifIran
·         http://www.islamtimes.org/images/menu_empty.gifhttp://www.islamtimes.org/images/menu_root.gifhttp://www.islamtimes.org/images/pixel.gifPalestina
·         http://www.islamtimes.org/images/menu_empty.gifhttp://www.islamtimes.org/images/menu_root.gifhttp://www.islamtimes.org/images/pixel.gifLibanon
·         http://www.islamtimes.org/images/menu_empty.gifhttp://www.islamtimes.org/images/menu_root.gifhttp://www.islamtimes.org/images/pixel.gifZionis